Website counter
† Look at the Important Notes below the cbox! †

Saturday

Cerpen

Surat Terakhir
Oleh : Lalitya Putri Gita/18

Tik…tok…tik…tok..kriiiiiing! Pagi-pagi sekali alarm Karina sudah berbunyi. Karina berulang kali mencoba menghentikan bunyi jamnya dengan susah payah, akhirnya dia pun menyerah dan bangun. “Arrgh, MONsterDAY!” gerutunya. Ia pun segera bersiap-siap berangkat kesekolah. “Kar, kamu nggak makan dulu? Nih ada roti,” kata ibunya. “Nggak ma, Karina udah telat nih. Bye ma,” kata Karina sembari mencium pipi ibunya. Ya ibu Karina adalah seorang single-parent. Ayah Karina memang telah meninggal dunia 3 tahun yang lalu karena kanker otak. Saat ayah nya meninggal Karina baru berumur 12 tahun, Karina selalu merasa sedih dan seringkali menangis. Ia pun hampir tidak mau keluar dari kamarnya. Kesehatannya menurun, ia tidak mau makan. Setahun kemudian akhirnya ibu Karina pun memutuskan untuk pindah berharap agar Karina bisa merubah sikapnya dan membiarkan ayahnya pergi dengan tenang.
***
“Tir, lo udah ngerjain pr fisika belom? Kalo udah pinjem dong ya, plisssss,” Pagi-pagi Karina datang, ia sudah disambut dengan suara agak cempreng temannya yang meminta contekan pr. Siapa lagi kalau bukan Maya. “Gila lo May! Hari gini belom ngerjain PR fisika? Bisa digantung lo sama Pak Arif, ckckck emang bener-bener ya lo,” celoteh Karina. “Ya abisnya kemaren gue sibuk, nyokap ngajakin nyalon seharian. Lo tau kan gue paling gabisa nolak kalo diajak nyalon,” balas Maya sambil cengengesan. “Eh guys, lo udah denger belom sih?” “Belom!” potong Maya. “Ih Maya, dengerin gue dulu dong! Oke. Ehem, katanya hari ini ada murid baru anak pindahan dari SMPN 115. Cowok sih yang gue denger,” kata Tiara “Eh serius lo?! Apaan tuh SMPN 115? Kok gue gapernah denger ya? Negeri ya itu? Ewwwh pasti cowok itu dekil terus rambutnya kayak itu tuh vokalisnya kangen band siapa namanya? Ituloh yang sok-cool gitu. Oh iya! Andhika!” balas Maya. Kami semua pun tertawa mendengar jawaban Maya. “May, nafas dulu May nafas. Tariiik 1…2…3… buaaaang,” kata Karina. Kami semua pun tertawa lagi diikuti dengan suara bel yang menandakan bahwa sudah waktunya kelas dimulai.
***
Aku sudah menunggu di ruang kepsek selama setengah jam. Memang begitu tradisi sekolah baruku ini, kalau ada murid baru bukannya langsung diperbolehkan masuk kelas tetapi ia harus dating ke ruang kepsek dulu untuk “diceramahi.” “Aduuh lama banget sih ceramahnya, udah belom nih, pegeeel!” gerutuku dalam hati. Bel pun berbunyi Pak Kepsek pun mempersilahkan aku masuk ke kelas baruku. “Yap, Rick, ini kelas baru lo. Have fun!” pikirku.
***
“Selamat pagi anak anak!” “Pagi pak!” “Hari ini kita kedatangan murid baru. Silahkan masuk Ricky,” sambut Pak Arif. “Psst! Tumben tuh guru baik, biasanya baru masuk aja mukanya udah sangar,” celoteh Maya. Aku dan Tiara hanya memelototinya mengisyaratkan supaya dia diam. Saat itulah dia masuk. Rambutnya hitam dan dipotong pendek rapi, tingginya mungkin sekitar 170-an, dia masuk dengan percaya diri dan tidak lupa senyum. Yaampuuun ganteng bangeeet. “oh-ma-gustah!” pekik Tiara yang tiba-tiba membuyarkan lamunanku. Aku tidak sadar kalau daritadi aku melamun. “Siapa namanya Tir?” tanyaku. “Namanya Ricky, masa lo nggak denger sih?” timpal Maya. “Oh, okey. TFYI*)” Selama itukah aku melamun? Pikirku dalam hati.
***
“Kar, kantin yuk!” ajak Maya bersemangat. “Ah males ah May, lo aja tuh berdua sama Tiara” balasku. “Ah Karina, temenin gue ayoook kenalan sama Ricky Ricky ituuu pliss Tiara mah mana berani” jawabnya sembari setengah memohon. “Hmmm, enggak deh May, gue mau ngerjain PR sejarah dulu,” dengan begitu Maya dan Tiara pun meninggalkanku dikelas sendiri.
***
BRUUUUK! Akupun jatuh, buku-buku yang kubawa pun berserakan semua di lantai. “Aduh, sorry-sorry ya gue bener-bener nggak sengaja,” “Iya nggak apa-apa kok gue juga tadi nggak liat-liat jalan,” Ia pun membantuku mengambil buku-buku ku. Setelah selesai aku pun berdiri dan kaget melihat siapa yang baru saja menabrakku…. Ricky. “Hey, gue Ricky, gue yakin lo sekelas sama gue kan?” katanya memperkenalkan diri. “H-h-hai, gue Karina, iya gue sekelas sama lo,” jawabku terbata-bata. “Sorry ya tadi gue nggak sengaja,” dengan begitu ia pun senyum dan pergi.
*) TFYI : Thanks For Your Information
 
***
Pelajaran selanjutnya adalah sejarah. Bu Ita masuk seperti biasanya. “Yak, anak-anak. Hari ini Ibu akan memberi tugas untuk kalian. PR yang kemarin dikumpulkan besok saja ya. “Ih! Tau gitu mending gue tadi ke kanting bareng yang lain!” gerutuku dalam hati. “Tugas ini akan dilakukan secara berpasang-pasangan. Ibu sudah menentukan kelompoknya. Oh iya Ricky, jangan takut, ibu juga sudah punya partner untuk kamu,” kata Bu Ita. Bu Ita pun membacakan nama-nama murid beserta dengan pasangannya. Saat ia menyebutkan namaku, aku agak deg-deg an dan ternyata aku berpasangan dengan….. “Tugas ini harus dikumpulkan paling lambat nanti pulang sekolah,” perintah bu Ita. “Gila nih guru, kapan gue ngerjainnya?!” gerutuku.
***
Disinilah aku sekarang. Di perpustakaan bareng Ricky ngerjain tugas Sejarah. Bukan hanya aku. Banyak teman sekelasku disini juga mengerjakan tugas dari Bu Ita. “Kar, lo udah dapet belom artikelnya? Nih gue udah nemu beberapa,” tanya Ricky. “Udah nih, gue nemu 3. Cukup kan?” jawabku acuh tak acuh. “Kenapa lo?” tanyanya. “Laper nih gue,” Dia hanya tertawa. “Lo ketawa lagi, ini beneran laper!” kataku agak kesal. “Hahaha, iya iya. Kantin yuk! Gue traktir lo makan deh,” tawarnya. “Lah tugasnya?” “Udaaah itu gampang, ntar gue aja yang selesaiin,” “Lo traktir kan Rick?” “Hahaha, iya tenang aja,” Dengan begitu kami pun pergi ke kantin.
**
Pulang sekolah kami mengumpulkan tuga sejarah ke Bu Ita dan kami agak terkejut keesokan harinya karena ternyata aku dan Ricky mendapat nilai tertinggi dikelas. Semua orang memberi selamat, ada juga beberapa yang menyoraki kami. “Typical,” pikirku. Ricky kelihatan malu-malu. Aku hanya tertawa. Sejak saat itu aku dan Ricky semakin dekat. Mulai dari tiap hari bbm-an, chatting-an, mention-mention-an dan masih banyak lagi. “Kar, lo kapan jadian sama Ricky?” ceplos Tiara. Sore itu kami bertiga sedang berada disebuah café dekat sekolah. Refreshing setelah sekian banyaknya ngerjain tugas sekolah yang menggunung. “Jadian? Kok jadian sih. Gue itu Cuma temen sama dia Tiiir,” jawabku dengan nada yang agak panik. “Keep calm Karina!” pikirku dalam hati. “Tapi lo suka kan sama dia? Ayooo, udah ngaku aja, kita semua udah tau kok,” godanya. Tiba-tiba Maya berhenti main handphone dan ikut-ikutan menatapku dengan alis yang terangkat sebelah. Aku hanya tersenyum pada mereka. “You know me so well guys!” teriakku alih-alih memeluk mereka disambut dengan gelak tawa. Hari-hari berjalan seperti biasanya. Rutinitas sekolah yang tadinya membosankan aku lakukan kini rasanya semakin menarik. Aku juga semakin rajin. Nilai-nilaiku naik, aku datang kesekolah selalu lebih awal. Sikapku itupun sempat membuat teman-temanku tercengang sekaligus kaget. Hari-hari berjalan dengan lancar, sampai pada suatu hari dimana Ricky tidak masuk ke sekolah. “Eh, lo tau Ricky kemana nggak?” tanyaku pada Tiara dan Maya. “Cie, Karina baru gamasuk sehari aja dicariinnya sampe segitunya. Besok juga masuk kok,” goda Maya. “CIEEEEE!” satu kelas serentak berteriak. Aku hanya diam, tidak tahu harus menjawab apa.
***
Sudah seminggu Ricky tidak masuk. Aku mulai curiga. Dengar-dengar dia sakit dan harus di-opname. “Lain kali aku harus menyempatkan waktu untuk menjenguknya,” pikirku. 3 minggu berlalu, dia tidak kunjung masuk, aku semakin khawatir. Sebenarnya dia kenapa sih?! Dia juga tidak memberiku kabar. “Rese banget sih lo Rick!” pikirku dalam batin. Aku harus menjenguknya hari ini. Pulang sekolah, aku dan kedua temanku meminta alamat rumah Ricky pada petugas TU, lalu kami pun bergegas kesana. “Jl. Taman Anggrek No. 22 kan Kar? Kok kayaknya sepi sih?” tanya Maya. “Nggak tau May, kita coba turun yuk,” balasku. “Permisi, permisi, Ricky,” panggilku. Saat itulah muncul seorang wanita tua dari dalam rumah itu, sepertinya pembantunya, karena dia membawa-bawa kemoceng. “Iya non, mau cari siapa?” katanya. “Ricky-nya ada bi?” tanyaku. “Den Ricky lagi di Singapura non,” “Di Singapura? Ngapain bi?” “Dia berobat disana, dari kecil paru-paru den Ricky memang lemah, dia sering sakit-sakitan sampai 3 minggu kemarin penyakitnya kambuh. Sabtu minggu depan juga sudah pulang kok non,” “Oh, ya makasih ya bi,” “Iya non, sama-sama,” Kamipun langsung pulang kembali kerumah. “Ternyata Ricky sakit. Sakit parah. Ya Tuhan semoga dia baik-baik saja,” pikirku dikamar. Maya dan Tiara sudah pulang daritadi sore. Pokoknya Sabtu nanti aku harus menjenguknya.
***
Hari ini hari Sabtu. Aku sudah bersiap-siap mau kerumah Ricky. Diantara kedua temanku memang aku yang paling bersemangat. Aku ingin tahu alasannya kenapa dia pergi tanpa memberitahuku dulu. Saat sampai, aku kaget karena banyak mobil medis terparkir didepan halaman rumahnya. Ketika aku masuk, aku melihat seorang wanita, sepertinya ibunya Ricky sedang menangis. “Pagi tante, saya Karina ini Maya dan Tiara kami temannya Ricky, ini kenapa ya tante kok banyak mobil medis begini?” tanyaku curiga. “S-s-saya tahu kamu Karina, Ricky sudah banyak cerita,” jawabnya terbata-bata. “Ricky, sakit parah. Tentunya kamu sudah tahu kan kalau dia terlahir dengan jantung yang lemah?” Aku mengangguk. “Dia tante bawa berobat ke Singapura sebulan yang lalu, tetapi kata dokter keadaannya tak kunjung membaik. Akhirnya tante bawa dia kembali ke Indonesia,” “Kenapa  tante? Mungkin kalau dia dirawat disana lebih lama mungkin keadannya akan membaik,’ bisikku, mataku mulai berair. “Kata dokter sabtu minggu lalu, waktunya tinggal satu minggu lagi,” Tangisanku pun pecah, aku tidak menyangka Ricky yang selama ini kukenal ceria dan enerjik ternyata sakit parah. Aku menyesal tidak mengetahuinya lebih dulu. Kalau sabtu minggu lalu dokter bilang waktunya tinggal seminggu, berarti hari ini…
***
Mereka gagal menyelamatkan Ricky. Tangisan tante Lisa semakin terdengar disusul dengan teriakan-teriakan histeris. Dia tidak percaya putra semata wayangnya telah tiada. Sesaat sebelum dia meninggal, salah satu suster memberiku surat. Surat dari Ricky. Aku membuka surat itu dengan tangan gemetar, akupun mulai membacanya. “Dear Karina, hey, sorry gue nggak ngasih tau lo kalo gue selama ini sakit. Gue takut kalo lo tau gue sakit, nanti lo gamau temenan sama gue lagi, but overall, thanks ya lo udah mau jadi temen gue selama ini. Semangat terus!” “Bodoh!” pikirku sambil menangis.
***

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...